Sedikitnya 12 warga tewas serta 23 warga dan 18 aparat keamanan terluka akibat bentrok massa di Wamena, Papua, pada 23 Februari 2023. Bentrokan terjadi ketika warga melakukan sweeping terhadap pengendara mobil pick-up yang melintasi Jalan Trans-Irian di Kampung Sapalek, Wamena.
Warga melakukan sweeping karena beredar pesan berantai di aplikasi pesan bahwa ada penculik anak dari luar pulau yang beroperasi di Wamena. Pesan berantai tersebut menyebutkan komplotan penculik dilindungi oleh aparat keamanan.
Pesan berantai tersebut menyebabkan amarah warga memuncak sehingga melakukan aksi sweeping terhadap semua kendaraan bernomor polisi luar Wamena. Aparat yang melihat potensi gangguan keamanan berusaha membubarkan konsentrasi massa sehingga terjadilah bentrok antara warga dengan aparat keamanan.
Amuk massa yang dipicu kabar burung tentang penculikan anak tidak hanya terjadi di Wamena. Sebelumnya, seorang perempuan di Sorong, Papua Barat, dibakar massa karena dicurigai sebagai penculik anak. Selain di Papua, seorang pria di Mempawah, Kalimantan Barat, dikeroyok massa karena dicurigai sebagai penculik anak. Padahal korban adalah warga Bandung, Jawa Barat, yang kebetulan sedang mengunjungi keluarganya di Mempawah.
Pengeroyokan hingga menyebabkan korban jiwa dan korban materiil karena disangka sebagai penculik anak juga terjadi di Kendal, Jawa Tengah, dan di Garut, Jawa Barat.
Deretan fakta di atas hanya sedikit dari kasus-kasus memilukan yang dipicu oleh beredarnya misinformasi, disinformasi, misleading,dan berita palsu (false/hoax) yang sangat massif, sangat berbahaya, dan sangat merusak terutama bila berbenturan dengan sisi emosional manusia dan kurangnya literasi digital.
Perkembangan teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang kecepatannya mendahului literasi digital menyebabkan warga sulit untuk membedakan informasi yang faktual dan informasi yang tidak memiliki basis fakta di media sosial dan media berbagi pesan. Bahkan, hoax juga menelusup hingga ke media daring, terutama media yang beroperasi tanpa menerapkan standar kualitas jurnalistik, etika jurnalistik, atau dikelola oleh orang-orang yang tidak memiliki kualifikasi sebagai jurnalis profesional.
Situs ini dibangun untuk memberi kontribusi pada peningkatan literasi digital di masyarakat, terutama untuk mencegah peredaran informasi palsu yang berpotensi berdampak luas di masyarakat. Pemisahan yang tegas antara informasi fakta atau fiksi mutlak diperlukan agar masyarakat tidak skeptis dengan semua informasi, termasuk informasi valid yang disajikan media massa, pemerintah, maupun lembaga resmi lainnya.
Sebagian berita hoaks yang beredar memiliki motif ekonomi. Pemilik situs atau channel medsos berisi konten hoaks berharap kunjungan ke channel atau situsnya meningkat karena konten yang sensasional seringkali lebih disukai masyarakat dibanding informasi yang jernih dan berkualitas. Sebagian lain menyebarkan berita bohong untuk menimbulkan kepanikan, kecemasan, dan ketidakpercayaan pada otoritas. Sebagian lagi berharap berita hoaks yang diciptakan dan diedarkan menjatuhkan lawan politik, menyebarkan fitnah, mencemarkan nama baik, dan memanipulasi dukungan politik.
Kami berharap masyarakat secara proaktif memeriksa kebenaran dari setiap informasi yang didapatkan sebelum memutuskan untuk menyebarluaskannya: saring sebelum sharing ! Biasakan membaca keseluruhan informasi, dan tidak mengambil kesimpulan berdasarkan judul berita. Perkembangan teknologi juga memungkinkan manipulasi foto atau video sehingga tidak sesuai konteksnya. Bila Anda ragu-ragu dengan keabsahan informasi yang diterima, berikan kami informasi tersebut agar kami membantu Anda memeriksakan faktanya.
Dengan menggunakan metode pemeriksaan fakta yang bertanggung jawab, informasi yang kami sajikan mengutamakan faktualitas dan objektivitas. Kami mengharapkan partisipasi Anda dalam berbagai saluran yang kami sediakan karena informasi yang berkualitas adalah tanggung jawab kita semua. (*)