Fact or Hoax

Hoaks Bencana Alam, Seburuk Apa?

Hoax
GI & NSW
06 March 2025
cover

Hoaks tentang bencana alam seringkali muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari gambar atau video lama yang di-recycle, hingga klaim yang sepenuhnya tidak berdasar. Hoaks semacam ini tidak hanya meresahkan, namun juga memperburuk situasi yang sudah cukup sulit. Media sosial telah menjadi ladang subur bagi penyebaran hoaks, khususnya hoaks tentang bencana alam. Bermula dari informasi yang tampaknya sepele, hingga begitu dipercaya oleh banyak orang. Banyaknya berita palsu tentang bencana alam yang beredar, seperti informasi tentang lokasi bencana, jumlah korban, atau bahkan prediksi cuaca yang keliru, menciptakan kepanikan yang tidak perlu dan bisa menghalangi upaya penanggulangan bencana yang lebih efektif. 

FactMeter, sebagai platform cek fakta, merangkum beberapa hoaks terkait bencana alam yang beredar di media sosial, memberikan klarifikasi dan penjelasan atas kebenarannya. FactMeter berperan aktif dengan memeriksa dan memverifikasi informasi semacam ini agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan tidak terjebak dalam berita palsu. 

1. Hoaks Erupsi Gunung Lewotobi

Sebuah akun X @bacottetangga__ membagikan postingan dengan melampirkan 3 video yang disebutkannya adalah video kondisi erupsi Gunung Lewotobi. Video yang diunggah oleh @bacottetangga_ menunjukkan semburan lava cair yang keluar dari kawah gunung berapi. Tim FactMeter mencoba melakukan penelusuran terhadap postingan video tersebut. 

Video tersebut menampilkan jenis erupsi vulkanik yang tidak biasa ditemukan di Indonesia, yaitu tipe erupsi Hawaiian (lava cair yang mengalir lancar). Sementara Indonesia umumnya memiliki gunung berapi tipe Stratovolcano atau Composite Volcano, yang merupakan jenis gunung berapi yang sering meletus secara eksplosif. Ini adalah jenis gunung berapi yang membentuk kerucut besar dengan lereng curam akibat lapisan lava dan material vulkanik lainnya yang menumpuk (sumber: https://ijog.geologi.esdm.go.id/index.php/IJOG/article/view/23/23). 

Kami melakukan verifikasi terhadap video yang beredar melalui beberapa platform verifikasi, yaitu Google Lens dan hivemoderation.com. Berdasarkan pencarian melalui Google Lens menggunakan gambar dari video pertama, menunjukkan bahwa video ini telah diunggah di beberapa media sosial oleh akun-akun yang tidak kredibel. Hasil pencarian memperlihatkan bahwa video ini bukan berasal dari Gunung Lewotobi, melainkan sebuah rekaman lama dari letusan gunung berapi di Islandia pada tahun 2021.

Sementara pemeriksaan melalui platform hivemoderation.com, menunjukkan bahwa video ini tidak menggunakan teknologi deepfake atau AI-Generated Content, sehingga video ini asli, namun berasal dari lokasi yang berbeda, yakni Islandia.

Setelah melakukan pencocokan gambar, ditemukan bahwa video tersebut berasal dari kanal YouTube Hi.Iceland yang mengunggah video tersebut pada tahun 2021, yang menampilkan letusan dari sebuah gunung berapi di Islandia, bukan Gunung Lewotobi di Indonesia  (link: Video Letusan Gunung di Islandia). Video ini diunggah dengan judul dan deskripsi yang jelas mengindikasikan bahwa lokasi letusan adalah Islandia, bukan Indonesia. Dalam video tersebut, video pertama merupakan footage yang diambil dari lokasi Gunung berapi di Iceland bernama “Fagradalsfjall”. Footage tersebut diambil pada tahun 2021 (sumber : https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fagradalsfjall, https://youtube.com/shorts/tdWr7g6uynw?si=dEU9PqbUsn7RoscD ). 

Selanjutnya, Tim FactMeter juga mencoba melakukan penelusuran pada video kedua dan video ketiga yang diunggah dalam postingan akun X @bacottetangga_ tersebut. Video kedua yang dibagikan memperlihatkan sebuah bangunan sekolah yang rusak akibat dampak letusan Gunung Lewotobi. Material vulkanik seperti abu dan batuan besar tampak berserakan di sekitar bangunan yang hancur. Berdasarkan penelusuran, video ini menunjukkan dampak nyata dari erupsi yang terjadi di daerah sekitar Gunung Lewotobi.

Video kedua yang dibagikan memperlihatkan sebuah bangunan sekolah yang rusak akibat dampak letusan Gunung Lewotobi. Material vulkanik seperti abu dan batuan besar tampak berserakan di sekitar bangunan yang hancur. Melalui penelusuran dengan platform Google Lens, video ini ditemukan di beberapa sumber berita terpercaya, seperti Liputan6, MetroTV, dan CNN Indonesia, yang masing-masing menggunakan video ini sebagai bagian dari laporan mereka tentang dampak letusan Gunung Lewotobi. Sementara penelusuran yang kami lakukan melalui platform hivemoderation.com, menunjukkan bahwa video ini tidak terdeteksi sebagai konten yang dihasilkan oleh AI atau dimanipulasi, sehingga menjadi konfirmasi bahwa video ini merupakan rekaman amatir yang sah.

Video ketiga yang diunggah oleh akun X @bacottentangga_ menampilkan rumah warga yang terbakar akibat percikan lava panas dari letusan Gunung Lewotobi. Dalam video ini, rumah-rumah di daerah sekitar gunung terlihat terbakar karena kontak langsung dengan lava yang keluar dari kawah. Lewat penelusuran dengan platform Google Lens, video ini juga ditemukan di berbagai sumber berita besar seperti MetroTV, CNN Indonesia, dan Liputan6, yang melaporkan dampak serius dari erupsi Gunung Lewotobi, termasuk kebakaran yang terjadi akibat percikan lava. Hasil pemeriksaan melalui platform hivemoderation.com menunjukkan bahwa video ini tidak dimanipulasi oleh AI dan merupakan rekaman yang sah dari peristiwa tersebut.

Dengan demikian, berdasarkan hasil penelusuran Tim FactMeter, tidak semua video yang diunggah oleh akun X @bacottetangga_ adalah fakta. Hasil pemeriksaan menunjukkan, video pertama yang dibagikan oleh akun @bacottetangga__ adalah hoaks dan tidak ada kaitannya dengan erupsi Gunung Lewotobi. Penyebaran video ini dapat menyesatkan masyarakat mengenai jenis erupsi yang terjadi di Indonesia. Sementara video kedua dan ketiga adalah fakta. Baik video kedua dan ketiga valid dan dapat dikonfirmasi melalui berbagai sumber media massa basar yang menggambarkan dampak langsung dari letusan Gunung Lewotobi. 

2. Hoaks: Klaim Banjir Melanda IKN

Selanjutnya, beredar unggahan dari platform X akun @widodol_joko yang memuat klaim bahwa terjadi banjir dan badai yang melanda Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 19 Agustus 2024. Unggahan tersebut disertai dengan video yang memuat gabungan dari beberapa video yang menunjukkan banjir. Unggahan ini mengklaim bahwa video yang menunjukkan bencana alam tersebut terjadi di kawasan IKN, Kalimantan Timur yang dijelaskan dari teks yang terdapat dalam konten video dan isi postingannya. 

(Sumber Gambar : https://x.com/widodol_joko/status/1825302401043345668?s=46&t=E7_fDrj1IjKVM3x0MmSDKA)

Faktanya, setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, klaim yang disebarkan melalui video tersebut terbukti merupakan hoaks. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Cuplikan 1 dalam video tersebut ternyata berasal dari akun TikTok dengan nama pengguna @makmckoi, yang diunggah pada 24 Juli 2024. Video tersebut memperlihatkan banjir yang terjadi di Valenzuela City, Filipina, bukan di IKN. Dalam video tersebut, orang yang berbicara menggunakan Bahasa Tagalog, yang mengindikasikan bahwa lokasi kejadian adalah Filipina dan bukan Indonesia.

Proses manipulasi dilakukan dengan mengganti suara asli atau subtitle dalam video untuk menyarankan bahwa kejadian tersebut terjadi di IKN. Hal ini menunjukkan adanya rekontekstualisasi konten untuk memanipulasi informasi dan mengarahkan opini publik ke arah yang keliru.

Sumber asli : https://www.tiktok.com/@makmckoi/video/7395206363787431176

Sementara Cuplikan 2 memuat klaim terkait badai yang melanda IKN. Video tersebut adalah hoaks. Karena Potongan video yang digunakan untuk mendukung klaim badai tersebut adalah video yang awalnya diunggah pada 27 Januari 2023 oleh akun TikTok @tetovanews, yang sebenarnya memperlihatkan badai yang terjadi di Kota Taquara, Brazil. Video tersebut digunakan kembali pada 19 Agustus 2024 oleh akun X @widodol_joko untuk menyesatkan publik dengan klaim bahwa badai tersebut terjadi di IKN.

Sumber asli : https://www.tiktok.com/@tetovanews/video/7193109634989804806

Berdasarkan bukti pemeriksaan yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa klaim mengenai banjir dan badai di IKN yang disebarkan pada 19 Agustus 2024 adalah hoaks. Video-video yang digunakan dalam penyebaran informasi tersebut telah dimanipulasi dengan mengganti konteks kejadian yang asli, serta tidak ada bukti kredibel yang mendukung klaim tersebut.

Lantas, Seberapa Buruk Hoaks Bencana Alam ?

Hoaks bencana alam adalah salah satu jenis disinformasi yang paling berbahaya di era digital saat ini. Dengan semakin berkembangnya media sosial, hoaks bencana alam dapat dengan cepat menyebar, menciptakan kepanikan massal, dan memperburuk keadaan. Meskipun hoaks ini seringkali tampak seperti kejadian nyata, efeknya jauh lebih merusak daripada yang dibayangkan. Mari kita telaah lebih dalam tentang betapa buruknya dampak hoaks bencana alam terhadap masyarakat.

1. Meningkatkan Kepanikan dan Ketakutan Masyarakat

Salah satu dampak langsung dari hoaks bencana alam adalah munculnya kepanikan di kalangan masyarakat. Ketika informasi palsu tentang bencana tersebar, orang-orang berpotensi merasa cemas, khawatir, dan bahkan bertindak secara impulsif. Misalnya, mereka mungkin mengungsi tanpa alasan yang jelas, mengabaikan tindakan pencegahan yang lebih rasional, atau melakukan hal-hal yang berbahaya dalam situasi darurat. Kepanikan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga dapat menghambat upaya penanganan bencana yang sebenarnya.

2. Mengganggu Koordinasi Penanganan Bencana

Dalam situasi darurat, koordinasi yang baik antara lembaga pemerintah, tim penyelamat, dan masyarakat sangat penting untuk menyelamatkan nyawa. Hoaks bencana alam dapat mengganggu proses ini dengan memberikan informasi yang salah atau membingungkan. Misalnya, jika seseorang mengunggah video bencana yang seolah-olah terjadi di lokasi yang salah, pihak berwenang mungkin akan mengalihkan perhatian mereka ke daerah yang tidak memerlukan penanganan darurat. Hal ini bisa menyebabkan sumber daya terbuang sia-sia dan memperlambat respons terhadap bencana yang sebenarnya.

3. Menyebarkan Ketidakpercayaan Terhadap Media dan Pemerintah

Hoaks bencana alam yang terus-menerus beredar dapat merusak kepercayaan publik terhadap sumber informasi yang sah, seperti media massa, lembaga pemerintah, dan badan penanggulangan bencana. Ketika masyarakat terus melihat berita palsu tentang bencana, mereka bisa menjadi skeptis terhadap informasi yang datang dari sumber yang dapat dipercaya. Ketidakpercayaan ini akan memperburuk situasi ketika bencana yang nyata terjadi, karena orang mungkin menolak atau meragukan informasi yang mereka terima, meskipun itu benar dan penting untuk keselamatan mereka.

4. Menyebabkan Kerugian Ekonomi

Hoaks bencana alam juga dapat berkontribusi pada kerugian ekonomi yang signifikan. Misalnya, orang yang takut akan bencana yang tidak terjadi mungkin akan menarik tabungan mereka atau menjual aset-aset mereka dengan harga murah. Ini bisa menurunkan stabilitas ekonomi di daerah tersebut. Selain itu, bisnis lokal yang terpengaruh oleh hoaks ini mungkin akan mengalami kerugian akibat penurunan pelanggan atau penghentian aktivitas ekonomi yang tidak perlu.

5. Menyulitkan Upaya Pemulihan Pasca-Bencana

Setelah bencana alam yang sebenarnya terjadi, pemulihan dan rehabilitasi adalah tahap penting dalam mengembalikan kehidupan normal. Namun, hoaks bencana alam dapat memperburuk situasi ini. Informasi palsu yang beredar dapat menyebabkan kebingungan di antara korban yang membutuhkan bantuan atau bantuan yang tidak tepat sasaran. Ini juga bisa memperlambat distribusi bantuan yang diperlukan untuk pemulihan, karena pihak berwenang terpaksa memverifikasi kembali banyak informasi yang tidak benar.

6. Mengurangi Efektivitas Kampanye Peringatan Dini

Banyak negara telah mengembangkan sistem peringatan dini untuk bencana alam untuk menyelamatkan nyawa. Namun, hoaks bencana alam yang disebarkan secara luas dapat mengurangi efektivitas sistem ini. Ketika informasi palsu tersebar, masyarakat mungkin akan mengabaikan peringatan resmi atau meremehkan ancaman bencana yang nyata. Ini menyebabkan mereka tidak siap ketika bencana benar-benar terjadi, yang meningkatkan jumlah korban.

 

FactMeter, FactMatters